Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyebut kalau proyek infrastruktur biasanya terikat dalam waktu konsesi yang panjang. Ini menanggapi permintaan PT Kereta Cepat Indonesia China yang meminta konsesi diperpanjang jadi 80 tahun.
Untuk diketahui, dalam proposal awal, PT KCIC memegang konsesi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung selama 50 tahun. Namun, baru-baru ini, pihak perusahaan meminta perpanjangan sampai 80 tahun.
Baca Juga
"Ya kan kalau satu projek infrastruktur itu kan memang butuh pengembaliannya yang panjang kan," kata Kartika saat ditemui di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, ditulis Rabu (14/12/2022).
Advertisement
Pria yang karib disapa Tiko itu memberi sinyal kalau perpanjangan konsesi ke 80 tahun menjadi hal yang wajar. Mengacu pada hitungan pula, trafik yang akan dilayaninya dinilai akan lebih optimal.
"Nah kita melihat bahwa dengan konsesi untuk yang sudah kita kembangkan sekarang itu saya rasa relevan kalau panjangnya sampai 80 tahun, sehingga nantinya secara trafik juga mencapai titik yang optimal," terang dia.
Kendati demikian, Tiko tak bisa menjamin apakah usulan perpanjangan konsesi kereta cepat itu akan disetujui. Menurutnya, kewenangannya ada di Kementerian Perhubungan.
Sementara itu, Tiko memastikan kalau nilai pembengkakan biaya proyek atau cost overrun telah mendekati kata sepakat. Menyusul, adanya negosiasi alot antara pemerintah Indonesia dan China soal besaran cost overrun.
"Oh itu udah hampir tuntas, udah hampir sepakat, sudah bersepakat," pungkasnya.
Â
Tak Ada Masalah
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menanggapi soal permintaan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) untuk memperpanjang konsesi Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) jadi 80 tahun.
Menko Luhut menyebut, hal itu masih digodok oleh pemerintah. Dalam hal ini, Kementerian Perhubungan yang memiliki wewenang untuk memastikan panjang konsesi megaproyek tersebut.
"Gak ada masalah juga," kata dia saat ditemui di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Menko Luhut yang juga menjabat Ketua Komite KCJB mengatakan kalau panjangnya konsesi KCJB belum final. Dia menekankan, yang penting proyek tersebut tetap berjalan sesuai rencana.
"Kita kan belom final mau 50 tahunan mau 80 tahun, bedanya apa sih? Yang penting kan jalan," tegasnya.
Dia juga turut menanggapi soal negosiasi antara Indonesia dan China soal pembengkakan proyek KCJB. Lagi-lagi, menurutnya hal itu tidak ada masalah.
"Enggak (alot negosiasinya) juga, jalan," kata dia saat ditemui di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Selasa (13/12/2022) malam.
"Tidak ada (masalah) sih, hanya masalah teknis aja," sambungnya.
Menko Luhut kembali menegaskan kalau tidak ada masalah yang terjadi. Dia memastikan, angka cost overrun menurut asersi kedua negara akan final dalam waktu dekat. Negosiasi ini juga menurutnya tidak mengganggu cairnya penyertaan modal negara (PMN) Rp 3,2 triliun.
"Kita harapkan bisa selesai dalam beberapa waktu kedepan," ujarnya.
Â
Advertisement
Bos KCIC Minta Perpanjang Konsesi
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi meminta perpanjangan konsesi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menjadi 80 tahun. Berbedanya hitungan antara studi awal di 2017 dan 2022 menjadi salah satu alasan.
Dwiyana menyampaikan, mengacu pada feasibility study (FS) pada 2017, konsesi cukup selama 50 tahun. Hanya saja, melihat berbagai dinamika proyek, Kereta Cepat Indonesia China meminta konsesi ditambah 30 tahun, menjadi total 80 tahun.
"Terkait dengan konsesi permohohan kami sampai 80 tahun, itu lebih karena memang melihat ada beberpaa asumsi yang sudah berubah," kata dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI, ditulis Jumat (9/12/2022).
Â
Perbedaan Hitungan Feasibility Study
Pertama, adanya perbedaan soal perkiraan penumpang per hari, pada 2017, diperkirakan KCJB mampu mengangkut sebanyak 61.157 penumpang per hari. Sementara, perhitungan terbaru menunjukkan jumlah angkut hanya mencapai 31.125 penumpang per hari. Penurunan ini, kata Dwiyana, imbas dari adanya pandemi Covid-19.
"Kalau semula perhitungan di awal, di feasibility study awal 60 ribu, berdasarkan perhitungan terbaru, 30 ribu. Tentunya penurunan demand forecast ini pastinya akan mempengaruhi perhitungan review feasibility study yang sedang kami lakukan pak," ujarnya.
"Kemudian terkait adanya penambahan biaya dan yang ketiga bahwa dalam asumsi feasibility study awal itu revenue stream untuk KCIC atau proyek KCJB itu didalamnya termasuk pengembangan TOD," tambah Dwiyana.
Proyek TOD ini menurut rencana awal adalah memasukkan lahan milik PTPN VIII di daerah Walini, Jawa Barat. Dengan memasukkan ini, maka ada satu tambahan daftar pemasukan untuk KCIC. Namun, karena terkendala berbagai syarat, akhirnya TOD tak lagi masuk rencana KCIC.
Advertisement